Halaman

Senin, 16 Januari 2012

laporan PKL deteksi virus VNN pada ikan laut dengan metode PCR di BBLL sekotong

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perikanan saat ini mulai berkembang, bukan hanya perikanan darat dan payau akan tetapi perikanan laut juga saat ini semakin berkembang. Perikanan laut memiliki potensi yang cukup besar karena banyak jenis ikan ekonomis penting ada di dalamnya sehingga permintaan pasar cukup tinggi. Namun budidaya perikanan laut saat ini sedang mengalami kendala akibat adanya serangan penyakit infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) dengan tingkat kematian yang tinggi seperti pada ikan Kerapu. Melihat kondisi tersebut perlu adanya usaha untuk menanggulangi infeksi atau penyebaran dari virus ini, salah satunya dengan cara pendeteksian dini adanya virus ini.
Balai Budidaya Laut Lombok saat ini sedang rutin melakukan pendeteksian virus VNN dengan menggunakan metode PCR. Metode PCR merupakan metode untuk memperbanyak molekul DNA dengan ukuran tertentu secara enzimatik melalui mekanisme perubahan suhu (Sulandari, 2003). Dengan metode ini dapat diperoleh pelipatgandaan suatu sekuen DNA dalam genom virus yang mana hanya dengan mencampurkan kulturnya di dalam tabung PCR. Sehingga dari jaringan tubuh ikan yang sakit dapat diketahui jenis organisme patogen yang menyerangnya.
Melihat pentingnya metode PCR maka penguasaan teknologi ini adalah hal yang penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, penguasaan teknologi PCR dalam pendeteksian adanya virus VNN pada sampel ikan laut diwujudkan dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang dengan judul “Deteksi Virus VNN Pada Ikan Laut Dengan Menggunakan Metode PCR Di Balai Budidaya Laut Lombok, Sekotong Lombok Barat”.
1.2. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk mengetahui cara pendeteksian virus VNN pada ikan laut menggunakan metode PCR dan mengetahui permasalahan dalam menggunakan metode PCR tersebut.
1.3. Manfaat
Manfaat yang didapat dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) antara lain:
1)      Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam bidang penyakit ikan khususnya dalam pendeteksian adanya infeksi virus pada sampel jaringan ikan.
2)      Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan teknik PCR.
3)      Dapat dimanfaatkan oleh lembaga perguruan tinggi sebagai bahan kajian untuk mengembangkan riset dalam penanggulangan virus pada ikan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Penyakit Pada Ikan
Penyakit ikan biasanya timbul berkaitan dengan lemahnya kondisi ikan yang diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain penanganan ikan, faktor pakan yang diberikan, dan keadaan lingkungan yang kurang mendukung. Pada padat penebaran ikan yang tinggi jika faktor lingkungan kurang menguntungkan misalnya kandungan zat asam dalam air rendah, pakan yang diberikan kurang tepat baik jumlah maupun mutunya, penanganan ikan kurang sempurna, maka ikan akan menderita stress. Dalam keadaan demikian ikan akan mudah terserang oleh penyakit (Sarig, 1971).
Bell (1978) mengemukakan bahwa ada tiga kemungkinan penyebab kematian populasi ikan di kolam atau di perairan lain, yaitu stress lingkungan atau keracunan, infeksi mikroba (virus, bakteri, protozoa, dan fungi), dan infeksi metazoa (coelenterate, cestoda, nematoda, acantocephala, crustacea, dan lain-lain). Stress mencakup semua spesies ikan dan dari semua kelompok umur. Infeksi mikroba ditandai dengan adanya radang atau luka di bagian luar (eksternal) atau bagian dalam (internal) tubuh ikan, pendarahan subkutan, pembengkakan, luka, perubahan warna ikan insang yang pucat dan filamen yang rusak, sirip-sirip yang cabik, insang atau kulit ditutupi oleh mucus (lendir), dan lain-lain. Infeksi mikroba biasanya hanya terjangkit pada satu spesies dan kematian satu spesies dan kematian biasanya berjalan relatif cepat. Infeksi metazoa, baik yang bersifat ekto maupun yang endoparasit, biasa keduanya dapat dilihat dengan mata telanjang. Efek yang bersifat sublethal berkembang lambat, dan kematian juga lambat. Biasanya hanya satu spesies ikan yang terjangkit, dan kadang-kadang dari satu kelompok umur saja.
2.2.   Penyakit yang Menyerang Ikan Laut
Dalam budidaya ikan, termasuk budidaya ikan kerapu penyakit ikan dapat mengakibatkan kerugian ekonomis. Penyakit pada ikan kerapu dibagi menjadi penyakit noninfektif dan infektif. Penyakit noninfektif tidak menyebabkan infeksi dan tidak menular namun tetap menjadi masalah penting karena penyakit noninfeksi ini dapat membuka peluang terjadinya perkembangan penyakit infeksi. Sedangkan penyakit infeksi disebabkan oleh patogen yang mana dapat menular. Penyakit infektif diantaranya penyakit bintik putih yang disebabkan oleh parasit Cryptocaryon sp, penyakit gatal oleh parasit Trichodina sp, penyakit piscicolasis oleh parasit Piscicola sp sejenis lintah, penyakit diplectanumiosis yang disebabkan oleh parasit cacing  jenis Diplectanum, penyakit kerusakan sirip oleh bakteri dari jenis Mycobacter sp, penyakit pendarahan pada mata oleh bakteri jenis Streptococcus sp, sindrom gelembung renang, jamur yang umumnya merupakan infeksi sekunder, dan yang paling mematikan penyakit yang disebabkan oleh virus dimana masih belum ditemukan obat yang cocok untuk memberantasnya. Salah satunya yakni Viral Nervous Necrosis atau VNN dimana pada umumnya menginfeksi stadia larva sampai yuwana dan menyerang sistem organ syaraf mata dan otak yang ditandai dengan gejala yang cukup spesifik karena ikan menampakan tingkah laku berenang yang tidak normal dan umumnya ikan berdiam di dasar (Kordi, 2007).
2.3.  Viral Nervous Necrosis
Viral Nerveus Necrosis (VNN) (istilah alternatif: virus encephalopathy dan retinopathy (VER) adalah penyakit yang terdaftar oleh The Office International des Epizooties (OIE), menjadi masalah utama di dalam produksi perikanan laut di dunia. Identifikasi virus penyebab VNN ini adalah anggota family Nodaviridae diperoleh dengan menyelidiki asam nukleat dan protein struktural dari larva virus Pseudocaranx dentex. Keluarga Nodaviridae terdapat dua jenis yaitu jenis Alphanodavirus dan Betanodavirus, kedua jenis ini sangat ganas dalam menginfeksi ikan. Betanodaviruses (family Nodarideae) adalah agen penyebab serangan viral nerveus necrosis (VNN) pada budidaya ikan laut. Betanodaviruses adalah virus kecil, berbentuk bola, tidak punya kapsid dengan genom yang terdiri atas dua ikatan tunggal (Yukio, 2007).
Betanodaviruses adalah agen peyebab serangan viral nerveus necrosis (VNN) pada budidaya ikan laut. Otak ikan dan jaringan lain hewan invertebrate telah diuji dengan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dengan tujuan untuk mendeteksi betanodavirus. Hasil positif uji PCR diperoleh dari otak 8 jenis ikan laut (shrimp fish Aeoliscus strigatus, milkfish Chanos chanos, three spot damsel Dascyllus trimaculatus, Japanese anchovy Engraulis japonicus, pinecone fish Monocentris japonica, blue ribbon eel Rhinomuraena quaesita, look down fish Selene vomer, yellow tang Zebrasoma flavesenes), 1 jenis invertebrate laut (spiny lobster Pamulirus versicolor), dan 2 jenis ikan air tawar (South American leaf fish Monocirrhus polyacanthus and red piranha Pygocentrus nattereri). Tingkat pendeteksian PCR adalah 11/237 (4.64%). Secara subklinik dan ikan dalam akuarium terkena infeksi dan invertebrate berdasarkan sumber inoculum betanodaviruses (Anonim, 2011).
2.4.  Transmisi dari VNN
Transmisi  dari virus ini dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Transmisi VNN secara vertical, dapat menyebar dari induk ke larva. Telur adalah suatu sumber  virus yang penting. VNN dapat dideteksi ada pada gonad, usus, perut, ginjal dan hati sebagai tempat inang mengeram. VNN menyebar dalam indung telur sehingga telur dapat menyebabkan transmisi vertikal dari virus ini. Kebiasaan makan dan makanan dari ikan dapat juga menjadi sarana penyebaran virus VNN  baik itu antar spesies (Inter-Species) maupun sesama spesies (Intra-Species) baik secara klinis atau secara subklinik sehingga menyerang ikan. Organisme sebagai makanan hidupnya yang terkontaminasi VNN seperti pada Artemia, Copepoda, dan Ikan rucah sebagai pakan hidup ikan kerapu. Perilaku sebagai ikan karnivora misalnya pada masa larva ikan grouper (kerapu) juga menjadi alternatif dari penyebaran virus VNN tersebut. Transmisi VNN secara horizontal pada populasi ikan liar pada area budidaya aquakultur dan ikan-ikan liar di laut pernah diketahui terkena infeksi VNN dengan genotip RGNNV. Transmisi secara horisontal juga dapat melalui ikan yang tidak punya gejala terkena infeksi VNN (Anonim, 2011).
2.5.  Gejala Ikan yang Terserang VNN
Gejala klinis umum VNN pada beberapa jenis ikan antara lain perilaku ikan terserang berenang tak menentu, dan ikan mengapung dengan perut di atas disebabkan oleh pembengkakan gelembung renang (swim bladder), warna tubuh terlihat lebih gelap dan selera makan berkurang. Kematian (mortalitas) kumulatif mencapai 34% dan 56% selama 10 minggu. Ikan yang terkena infeksi VNN biasanya memperlihatkan keadaan gangguan saraf yang berhubungan dengan vacuolisasi (kerusakan) kuat sistem nerves pusat dan retina (Thie´ry et al, 2006).
2.6.   Diagnosa Virus
Saat ini telah dikembangkan berbagai metode diagnosis virus diantaranya metode konvensional seperti histopatologi, dotblot, hibridisasi in situ dan PCR dan RT-PCR. Metode diagnosis dengan PCR mungkin merupakan salah satu metode yang cepat dan menjanjikan tingkat akurasi yang tinggi dibandingkan metode lain. Sampel dapat disiapkan dalam awetan alkohol 70% dalam potongan kecil (0,5 cm), untuk PCR dan penggunaan formalin 10% untuk pemeriksaan histopatologi (Nguyen, 1997).
Beberapa sistem diagnosa yang efektif dari VNN antara lain: a) Berdasarkan Asam Nukleat misalnya RT-PCR dan PCR serta hibridisasi secara in situ; b)  Berdasarkan Protein misalnya IFA, penandaan IHC, ELISA, Western Blot dan One-step Immunochromatography; dan c) Berdasarkan Virion misalnya Kultur Sel (Chi, 2006).

2.7.  Polymerase Chain Reaction
Reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik. Pada awal perkembangannya metode ini hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitasi molekul mRNA (Yuwono, 2006).
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah cara in vitro untuk memperbanyak target sekuen spesifik AN untuk analisis cepat atau karakterisasi, walaupun material yang digunakan pada awal pemeriksaan sangat sedikit. Pada dasarnya PCR meliputi tiga perlakuan yaitu:denaturisasi, hibridisasi dari "primer" sekuen DNA pada bagian tertentu yang diinginkan, diikuti dengan perbanyakan bagian tersebut oleh Tag polymerase; dikerjakan dengan mengadakan campuran reaksi dalam tabung mikro yang kemudian diletakkan pada blok pemanas yang telah diprogram pada seri temperatur yang diinginkan (Prijanto, 1992).
2.8.  Prinsip Kerja PCR
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi DNA template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda akan terpisah menjadi rantai tunggal. Denaturasi DNA dilakukan dengan menggunakan panas (950C) selama 1-2 menit, kemudian suhu diturunkan menjadi 550C sehingga primer akan “menempel” (annealing) pada cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. Primer akan membentuk jembatan hidrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang komplomenter dengan sekuen primer. Suhu 550C yang digunakan untuk penempelan primer pada dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi akan lebih efisien jika dilakukan pada suhu yang lebih rendah (370C) tetapi biasanya akan terjadi misspriming yaitu penempelan primer pada tempat yang salah. Pada suhu yang lebih tinggi (550C) spesifisitas reaksi amplifikasi akan meningkat, tetapi secara keseluruhan efisiensinya akan menurun. Reaksi ini dilakukan berulang-ulang sampai 25-30 kali (siklus) sehingga pada akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru hasil polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan jumlah DNA cetakan yang digunakan (Yuwono, 2006).
2.9.  Komponen PCR
Ada 2 komponen terpenting dari reaksi PCR, yaitu sekuen DNA pendek atau sisi area yang akan dikopi. Tindakan utama adalah untuk mengidentifikasi atau menentukan target dari cetakan DNA yang akan dikopi. Yang mengendalikan reaksi PCR adalah oligonukleotida yang diciptakan secara kimiawi dan ditambahkan dalam konsetrasi yang tinggi ke dalam cetakan DNA. Beberapa pengetahuan tentang rangkaian DNA yang tercetak dibutuhkan untuk rangkaian primer yang sesuai. Komponen lain dari reaksi PCR terdiri dari kerangka DNA yang akan dicetak, membangun blok dengan membentuk ke empat nukleutida, dan DNA polimerase bergabung dengan blok pada dasar dari rangkaian kerangka DNA. Ketika menset sample yang berisi beberapa primer dan reaksi komponen, ini biasa untuk mempersiapkan campuran sempurna yang dapat memberikan kuantitas sama pada PCR lain. Prosedur ini membantu untuk memastikan adanya homogenitas di antara sampel-sampel. Dalam melakukan percobaan terhadap sampel yang berbeda-beda, utamanya harus memeriksa variasi dari sampel DNA dengan tidak ada perbedaan pada reaksi komponen dan cara pengolahan sampel (Anonim, 2011).
Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP) terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan (4) enzim DNA polymerase yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa buffer (Yuwono, 2006).


BAB III.  METODE PELAKSANAAN
3.1.  Tempat dan Waktu
Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November di Balai Budidaya Laut Lombok (BBLL) Sekotong Lombok Barat.
3.2.  Metode Praktik Kerja Lapangan
             Metode yang digunakan dalam PKL ini adalah metode deskriptif dimana pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1)      Observasi
Praktek Kerja Lapang dilakukan dengan cara observasi langsung terhadap kegiatan-kegiatan di BBL Sekotong yang berkaitan dengan analisa virus dengan PCR. Diharapkan dari observasi ini dapat diperoleh gambaran mengenai cara analisa virus dengan PCR khususnya virus VNN yang biasa menyerang ikan kerapu.
2)      Partisipasi
Praktek Kerja Lapang dilakukan dengan ikut berpartisipasi langsung pada setiap kegiatan yang berkaitan dengan tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang. Partisipasi ini mulai dari: 1).Ikut serta dalam setiap kegiatan pemeriksaan terhadap ikan yang terindikasi terserang penyakit; 2). Ikut serta dalam kegiatan analisa virus yang khususnya menggunakan PCR.
3)      Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pimpinan BBL Sekotong berserta staf, coordinator teknisi, teknisi lapangan, teknisi lab serta semua pihak yang berkompeten secara langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang dilakukan. Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data primer terkait dengan materi kegiatan Praktek Kerja Lapang.
4)      Studi Literatur
Studi literatur diperlukan untuk mendukung kegiatan selama berlangsungnya kegiatan PKL.
Data–data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui hasil pengamatan (observasi), pengukuran dan wawancara langsung di lapangan dengan pihak-pihak yang berkompeten terkait materi kegiatan. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai sumber seperti majalah, jurnal, data statistik, artikel, dan lain-lain yang merupakan data pendukung pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang.
3.3.  Analisis Data
            Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menjelaskan semua hasil kegiatan secara rinci dan jelas disertai dengan pembahasan. Pembahasan berdasarkan wawancara dan studi literatur sehingga memberikan informasi yang lengkap tentang kegiatan PKL yang dilakukan.



 
BAB IV. DESKRIPSI LOKASI PKL
4.1. Sejarah Singkat Balai Budidaya Laut Lombok
            Balai Budidaya Laut Lombok pada awalnya di tahun 1992 merupakan salah satu stasiun pengembangan Balai Budidaya Laut Lampung. Dibangun di Pesisir Teluk Gerupuk, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kab. Lombok Tengah NTB. Stasiun ini diharapkan dapat menginventarisir dan mengembangkan budidaya laut di kawasan tengah Indonesia. Pada tahun 1994, status stasiun meningkat menjadi Loka Budidaya Laut Lombok.
Seiring dengan lahirnya Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, Loka Budidaya Laut berada di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya selanjutnya memperoleh peningkatan anggaran dan penambahan sarana produksi di Dusun Gili Genting, Desa Sekotong Barat, Kec. Sekotong, Kab. Lombok Barat. Perubahan nama menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan, memperjelas tugas dan fungsi Loka Budidaya Laut Lombok sebagai Unit Pelaksana Teknis bidang pembudidayaan ikan laut dengan wilayah kerja meliputi seluruh provinsi di Kalimantan, Jawa, Bali, NTB, dan NTT, di bawah pembinaan dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Pada tahun 2006, status Loka Budidaya Laut Lombok meningkat menjadi Balai Budidaya Laut Lombok.
                           
4.2. Kondisi Umum Lokasi
            Balai Budidaya Laut Lombok terletak di daerah Lombok Barat, tepatnya di wilayah Sekotong Barat yaitu Dusun Gili Genting, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Secara  geografis, BBL Sekotong terletak pada 115º46’ - 116º28’ BT dan 8º12’ - 8º55’ LS (Gambar 1) pada ketinggian 5 meter dari permukaan air laut. Jarak Balai Budidaya Laut dengan Ibu Kota Provinsi (Mataram) sekitar ± 50 km.
Description: LOMBOK 1
Gambar 1. Peta Lokasi BBL Lombok
            Lokasi  Balai  Budidaya  Laut  Lombok  memiliki  batas-batas  wilayah  sebagai berikut :
Ø Sebelah Utara      : Balai Pengembangan Budidaya Perairan Pantai (BPBPP) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTB dan Dusun Pengawisan.
Ø Sebelah Selatan      : Dusun Gili Genting.
Ø Sebelah Barat         : Laut Selat Lombok.
Ø Sebelah Timur        : Desa Kedaru.
Balai Budidaya Laut Lombok terletak di perairan Teluk Sekotong (Gambar2), dimana kondisi perairan di kawasan tersebut masih cukup bersih dan jernih, memiliki dasar karang berpasir, salintas air laut 32 – 35 ppt, suhu perairan rata-rata 28,4ºC dan pH 7 – 7,9.
Gambar 2. Peta Lokasi BBL Lombok Stasiun Sekotong yang berada pada wilayah teluk Sekotong
4.3.            Stuktur Organisasi
Berdasarkan SK menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2002, struktur organisasi Balai Budidaya Laut Lombok dikepalai oleh seorang Kepala Balai yang bertanggungjawab penuh atas hasil kerja para pegawai yang telah diberi tugas dan tanggungjawab masing-masing. Seorang kepala balai bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Perikanan dan Kelautan RI. Kepala BBL Sekotong membawahi : 1). Kepala Sub Bagian (Kasubag) Tata Usaha yang mengurus tentang Pelaksanaan Keuangan dan Pelaksanaan Umum; 2). Kepala Seksi (Kasi) Standarisasi dan Informasi yang mengurus tentang Pengelolalaan Perpustakaan, Pelaporan dan Publikasi, Dokumentasi dan Informasi; 3). Kepa Seksi (Kasi) Pelayanan Teknik yang mengurus tentang Diseminasi dan Informasi, dan Administrasi Pelayanan Teknik; dan 4). Koordinator Jabatan Fungsional yang mengurus Divisi Fin Fish, Divisi Non Fin Fish, Divisi Pakan Alami, Divisi Lab Kesehatan Lingkungan (kesling), dan Divisi Rumput Laut. Skema struktur organisasi di BBL Lombok dilampirkan pada Lampiran 4.

4.4. Tenaga Kerja
            Balai budidaya laut Lombok memiliki 78% tenaga kerja dengan status pegawai tetap (pegawai negeri sipil) atau berjumlah sekitar 55 orang (Gambar 3). Persentase jenjang pendidikannya total pegawai yang dimiliki BBL Sekotong adalah sebagai berikut:
·       S2        : 11%
·         S1        : 33%
·         D3       : 18%
·         SMA   : 38%
Description: 58785242421421421414
Gambar 3.  Balai Budidaya Laut Lombok beserta seluruh staf tenaga kerja yang dimiliki
Selain pegawai tetap, BBL Lombok memiliki pegawai tidak tetap (tenaga honorer) dengan jumlah sekitar 16 orang atau 22 % dari jumlah total pegawai yang dimiliki. Data tenaga kerja tetap di BBL Lombok dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.5. Tugas Pokok Dan Fungsi Dari BBL Lombok
            Tugas pokok dan fungsi BBL Lombok berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.10/2006 yaitu melaksanakan penerapan teknik pembenihan dan pembudiadayaan ikan laut serta pelestarian sumberdaya induk/benih ikan laut dan lingkungan. Dalam melaksanakan tugasnya, BBL Lombok ini  juga menyelenggarakan fungsi yaitu :
1)      Pengkajian, pengujian dan bimbingan penerapan standar pembenihan dan pembudidayaan ikan laut.
2)      Pengkajian standar dan pelaksanaan sertifikasi sistem mutu dan sertifikasi personil pembenihan serta pembudidaya ikan laut.
3)      Pelaksanaan pengujian pembenihan dan pembudidayaan ikan laut.
4)      Pengkajian standar pengawasan benih, pembudidayaan serta pengendalian hama dan penyakit ikan laut.
5)      Pengkajian standar pengendalian lingkungan serta sumber daya induk / benih ikan laut.
6)      Pelaksanan sistem jaringan laboratorium pengujian, pengawasan benih dan pembudidayaan ikan laut.
7)      Pengelolaan dan pelayanan sistem informasi dan publikasi pembenihan dan pembudidayaan ikan laut.
8)      Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
            Sebagai penjabaran dari salah satu fungsi Balai Budidaya Laut Lombok yaitu sebagai pelayanan informasi dan publikasi, maka untuk melakukan penyebaran teknologi budidaya laut, dilakukan melalui sarana pembuatan leaflet, jurnal, petunjuk teknis, penyelenggaraan pelatihan, magang, ahli teknologi melalui mahasiswa praktik dan penelitian. Diagram Proses penyebaran teknologi dapat dilihat pada Gambar 4.





 






Gambar 4. Diagram Proses Penyebaran Teknologi BBL Lombok.
4.6. Sarana dan Prasarana
            Luas areal BBL Lombok stasiun Sekotong sekitar 1,9 ha yang digunakan untuk area pembangunan sarana produksi, sarana penunjang dan sarana pelengkap. Sarana produksi digunakan untuk kegiatan pembenihan, pendederan, pemeliharaan dan pemijahan induk ikan kerapu serta beberapa jenis komoditas laut lainnya seperti; abalone, tiram mutiara, kakap, bawal, pakan alami. Sarana penunjang meliputi: laboratorium hama penyakit dan kesehatan lingkungan, unit instalansi listrik, dan pompa air. Sarana pelengkap meliputi : perpustakaan, sarana olah raga, asrama, perkantoran dan perumahan karyawan. Selain sarana produksi darat BBL juga memiliki sarana produksi laut seperti unit keramba jaring apung dimana BBL memiliki sekitar 8 unit KJA. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh BBL Lombok adalah berupa :
1)      Unit Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan
Laboratorium ini digunakan sebagai tempat pengamatan berbagai penyakit yang menyerang biota atau komuditas yang dibudidayakan. Selain itu, laboratorium ini juga digunakan untuk menyimpan data parameter kualitas air pada media budidaya.
2)      Unit Keramba Jaring Apung (KJA)
Keramba jarring apung merupakan wadah budidaya yang digunakan untuk memelihara ikan kerapu bebek, ikan kakap putih, ikan bawal bintang dan lobster.
3)      Unit Instalasi Air Laut
            Air laut diambil menggunakan pipa penyedot dengan panjang pipa sekitar 500 m menggunakan pompa berkekuatan 10 PK. Terdapat 3 buah pompa penyedot air laut yang digunakan secara bergiliran. Diameter pipa penyedot adalah 8,6 dan 4 inchi. Air laut ditampung pada tandon air berkapasitas 100 ton yang disekat menjadi 2 ruangan. Ruangan pertama untuk menampung air yang baru sedot dari laut dan ruangan kedua digunakan untuk menampung air yang tersering. Pada sekat tersebut dipasang pipa berisi kapas penyaring air. Setelah melewati tandon ini, air laut didistribusikan ke masing-masing unit produksi menggunakan pipa berdiameter 4 inci.
4)      Unit Instalasi Air Tawar
            Air tawar diambil dari tiga sumur yang ditempatkan di sekitar lokasi perumahan karyawan dengan jarak sekitar 400 m. Dengan menggunakan pompa berkekuatan 250 watt, air tawar dialirkan ke bak-bak plastik berkapasitas 2 m³ yaitu 2 bak ditempatkan di areal perkantoran, 1 bak ditempatkan di perumahan karyawan, dan 1 bak ditempatkan di dermaga penyebrangan.
5)      Unit Instalasi Aerasi
            Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, digunakan 3 blower dengan daya 7,5 PK. Udara dialirkan melalui pipa berdiameter 3 inci ke seluruh unit produksi. Unit instalasi aerasi ditempatkan menyatu dengan instalasi pompa.
6)      Unit Instalasi Listrik
            Kebutuhan listrik BBL Lombok, disuplai dari 2 sumber, yaitu dari PLN dan dari Generator Set (Genset). PLN mensuplai listrik dengan daya 140 KVA, 380 volt,  sedangkan genset digunakan sebagai suber listrik cadangan di saat aliran listrik dari PLN mengalami pemadaman. Genset yang digunakan ada 3 buah yaitu genset besar berkekuatan 150 KVA yang digunakan saat malam hari dan 2 buah genset kecil yang masing-masing berkekuatan 50 KVA.
7)      Unit Kantor
Perkantoran merupakan pusat kegiatan yang bersifat administratif. Gedung ini memiliki beberapa ruangan diantaranya, ruang Kepala Balai, Tata Usaha, Pelayanan Teknis, Jabatan Fungsional, Devisi Finfish, Divisi non-Finfish dan sebuah aula serta beberapa kamar mandi.
8)      Unit Asrama
            Asrama merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh BBL Lombok untuk mendukung kegiatan kunjungan, praktek, magang maupun penelitian yang dilakukan oleh pihak luar seperti mahasiswa atau tamu yang berasal dari balai lain.
9)      Unit Perumahan Karyawan
            Perumahan karyawan terletak satu komplek dengan asrama. Semua karyawan BBL Lombok yang sudah berstatus PNS menempati rumah dinas tersebut, sedangkan karyawan yang masih berstatus CPNS beberapa diantaranya tinggal di asrama atau bangunan lainnya. BBL Lombok memiliki 27 unit rumah dinas.
10)  Unit Musholla
            Bangunan ini merupakan tempat peribadatan karyawan BBL Sekotong terutama selama jam kantor. Musholla ini dilengkapi dengan tandon air tawar..
11)  Unit Koperasi
            Koperasi ini terletak dekat dengan musholla dan rumah jaga yang menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari bagi karyawan BBL Lombok.
12)  Unit Rumah Pompa
            Rumah pompa merupakan bangunan yang digunakan untuk meletakkan pompa agar terhindar dari hujan dan sinar matahari. Di dalam rumah pompa juga disimpan 3 buah blower untuk memenuhi kebutuhan kegiatan budidaya yang ada di lingkungan BBL Sekotong .
                 


BAB V.  HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.   Koleksi Sampel
            Sampel yang dianalisis merupakan sampel ikan Kakap Putih yang memperlihatkan gejala terserang penyakit. Sampel ikan dikoleksi dari bak pendederan sebanyak 4 ekor. Selain itu juga dilakukan pengambilan sampel air  media pemeliharaannya. Ikan dibawa ke labratorium menggunakan boks steroform sedangkan sampel air dibawa menggunakan botol air mineral volume 500 ml. Setelah sampai di laboratorium, ikan diidentifikasi  secara morfologi dan anatomi. Selain itu, juga dilakukan pengukuran panjang dan bobot tubuh ikan. Sampel air diuji secara fisika (suhu, salinitas) dan kimia (pH).

                                            Gambar 5. Sampel Ikan Kakap

 5.1.1   Identifikasi Sampel
            Dua ekor ikan kakap dengan berat dan panjang masing-masing 6,8 g, 11 cm dan 9 g, 14 cm dijadikan sampel pengamatan. Hasil pengamatan secara morfologis memperlihatkan kondisi ikan masih cukup baik mulai dari keadaan sisik, cacat tubuh, warna insang, dan keadaan sirip yang normal. Secara anatomi bagian ginjal dan hati berwarna merah tua. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa sampel uji tidak mengalami kerusakan fisik sebagai akibat dari terserang agen penyebab penyakit.
5.1.2   Isolasi Jaringan
            Setelah diidentifikasi, sampel kemudian dibedah pada bagian kepalanya. Pada kasus VNN jaringan tubuh ikan yang diambil dari ikan dewasa merupakan bagian otak dan mata sedangkan untuk larva bagian yang dianalisis adalah seluruh bagian kepalanya. Hal ini terkait dengan organ sasaran serangan VNN yang biasa menyerang sistem saraf dan retina mata ikan laut yang dikenal dengan nama Viral Encephalopathy and Retinopathy (VER) (Anonim, 2011). Bagian otak dan mata yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf.
5.1.3   Isolasi dan Ekstraksi RNA
            Sampel jaringan otak dan retina mata diekstraksi untuk mendapatkan materi genetiknya (RNA). Ekstraksi ini diawali dengan penambahan 500 µl RNA extraction solution. Pemberian RNA extraction solution dikarenakan VNN termasuk dalam golongan virus RNA. Larutan sampel jaringan digerus dengan pellet pestle steril dan di-vortex selama sekitar 20 detik, kemudian diinkubasi pada suhu (25-300C) selama 5 menit dan ditambahkan 100 µl chloroform selanjutnya di-vortex kembali. Pemberian chloroform dapat membantu menghilangkan penghambat PCR yang terdapat pada larutan ekstrak. Metode ini akan menghasilkan lapisan air yang mengandung asam nukleat (Theophilus, 2008). Sampel kemudian diinkubasi kembali dalam suhu 25-300C selama 2-3 menit selanjutnya disentrifugasi  pada kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit. Sentifugasi bertujuan untuk memisahkan larutan berdasarkan berat jenisnya yaitu antara larutan yang mengandung chloroform (berat jenis lebih besar) dengan fase cair yang mengandung asam nukleat. Setelah disentrifugasi, fase cair yang ada di bagian atas dipindahkan sebanyak 200 µl ke dalam tabung eppendorf baru dengan penambahan 200 µl isopropanol dan selanjutnya di-vortex selama 20 detik. Sampel larutan disentrifugasi kembali pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit kemudian cairan pada bagian atas dibuang. Hasil akhirnya kemudian dicuci dengan alkohol 75% sebanyak 500 µl dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 9.000 rpm selama 5 menit. Cairan alkohol absolut dibuang dan dikeringkan hingga mendapatkan pelet kering (asam nukleat). Padatan yang ada kemudian dilarutkan dengan 200 µl ddH2O (aquabides).
5.2.   Amplifikasi
            Amplifikasi merupakan reaksi pelipatgandaan cDNA target secara in vitro sehingga dapat dideteksi dengan elektroforesis (Anonim, 2011). Sebelum dilakukannya amplifikasi terlebih dahulu disiapkan formulasi reaksi first PCR dan nested PCR untuk sejumlah reaksi yang mana terdiri dari 1 kontrol positif (berat, sedang, atau ringan), 1 kontrol negatif, dan sejumlah sampel. Komposisi pereaksi untuk first PCR dan nested PCR tercantum dalam Tabel 1 dan Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 1. Komposisi pereaksi untuk first PCR (RT-PCR reaction)
No.
Pereaksi
Jumlah atau Volume Pereaksi
1.
Premix RT-PCR
7 µl
2.
IQzyme 2 unit/µl
0.5 µl
3.
RT-enzyme mix
0.5  µl

Tabel 2. Komposisi pereaksi untuk nested  PCR
No.
Pereaksi
Jumlah atau Volume Pereaksi
1.
Premix nested PCR
14 µl
2.
IQzyme 2 unit/ µl
1 µl

            Formulasi reaksi first PCR yang dibuat (8 µl) dimasukkan ke dalam mikrotube ukuran 0.2 ml dan ditambahkan sampel larutan pelet hasil ekstraksi sebanyak 2 µl.    Proses ini juga dilakukan pada kontrol positif dan negatife kemudian dilakukan proses amplifikasi dengan siklus seperti Tabel 3 di bawah ini.


Tabel 3. Pengaturan suhu dan siklus Thermocycler reaksi first PCR.
No.
Suhu
Lama
Jumlah Siklus
1.
420C
30 menit
1 siklus
2.
940C
2 menit
3.
940C
30 detik
15 siklus
4.
620C
30 detik
5.
720C
30 detik
6.
720C
30 detik
1 siklus
7.
200C
7 menit

            Setelah reaksi first PCR selesai kemudian ditambahkan 15 µl pereaksi nested PCR ke dalam setiap mikrotube dan dilanjutkan dengan amplifikasi dengan siklus pada Tabel 4 berikuti ini.
Tabel 4. Pengaturan suhu dan siklus Thermocycler reaksi nested PCR.
No.
Suhu
Lama
Jumlah Siklus
1.
940C
20 detik
30 siklus
2.
620C
20 detik
3.
720C
30 detik
4.
720C
30 detik
1 siklus
5.
200C
7 menit

Pada kasus VNN proses ampilifikasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu: 1) Merubah RNA menjadi cDNA yang dilakukan pada reaksi first PCR; dan 2) Melipatgandakan cDNA yang dilakukan pada reaksi nested PCR hingga mendapatkan konsentrasi  copy DNA yang dapat divisualisasikan pada gel elektroforeis. Perubahan RNA menjadi DNA pada first PCR dilakukan dengan menggunakan enzim reverse transcriptase dimana untai RNA pertama-tama ditranskrip balik menjadi DNA komplemen (complementary DNA, atau cDNA), dan cDNA yang dihasilkan akan digandakan seperti halnya PCR pada umumnya (Anonim, 2011). Proses nested PCR merupakan suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA menggunakan bantuan enzim DNA polymerase yang menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi fragmen (Anonim, 2011).
Pada proses amplifikasi terjadi beberapa tahapan yakni denaturasi, annealing dan pemanjangan untaian DNA dimana semua proses tersebut dipengaruhi oleh suhu dan waktunya. Pada suhu 94-950C DNA mengalami denaturasis (pembelahan untai ganda menjadi untai tunggal). Waktu yang diperlukan untuk proses ini sekitar 30 detik pada suhu 950C atau 15 detik pada suhu 970C. Apabila DNA target mengandung banyak nukleotida G/C suhu denaturasi dapat ditingkatkan. Denaturasi ini merupakan proses yang penting dimana jika proses ini tidak lengkap akan menyebabkan renaturasi secara cepat, sedangkan waktu denaturasi yang terlalu lama dapat mempengaruhi kerja enzim Taq polymerase dan mempengaruhi keberhasilan proses PCR. Apabila suhunya diturunkan antara 36-720C terjadi proses penempelan primer (annealing) yang merupakan penempelan primer pada DNA yang telah terbelah pada tempat yang spesifik. Bila suhunya dinaikan lagi sampai 720C, maka primer dengan bantuan enzim DNA polymerase akan membentuk untaian DNA sesuai dengan runutan DNA yang terbelah proses ini disebut elongasi (extention). Extention adalah pemanjangan primer dengan bantuan enzim polymerase sehingga akan terbentuk 2 buah DNA untai tunggal baru. Umumnya setelah proses siklus PCR selesai ditambah post elongasi selama 5-10 menit pada temperature 720C agar semua hasil PCR berbentuk untai ganda (Muladno, 2003).
5.3.  Elektroforesis
Menurut Prasetyo (2009) elektroforesis adalah perpindahan molekul yang bermuatan sebagai respon terhadap medan listrik. Angka perpindahan tergantung pada kekuatan medan listrik, muatan listrik, ukuran dan bentuk molekul, kekuatan ionik, viskositas, dan suhu medium yang digunakan oleh molekul tersebut untuk berpindah. Ada bermacam-macam zat kimia yang digunakan sebagai gel di dalam proses elektroforesis. Penggunaan jenis gel disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Pada kesempatan ini hanya dua cara yang digunakan dalam proses elektroforesis yaitu elektroforesis gel agarose (AGE) dengan visualisasi menggunakan ethidium bromide dan elektroforesis gel polyacrilamide (PAGE) dengan visualisasi menggunakan silver staining (Sulandari & Syamsul, 2003).
Dalam PKL ini bahan yang digunakan yakni elektroforesis gel agarose (AGE) dengan visualisasi menggunakan ethidium bromide. Sebelum berlanjut pada proses elektroforesis, larutan ethidium bromide (EtBr) dan agarose disiapkan terlebih dahulu. Ethidium bromide adalah zat mutagen yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kanker. Oleh karena itu dalam menggunakan zat ini harus dilengkapi dengan sapu tangan dan masker sebagai pelindung diri. Etidium merupakan sebuah molekul yang dapat mengikat kuat pada DNA. Etidium juga biasa digunakan dalam biokimia untuk memvisualisasi potong-potongan DNA yang telah di pisahkan pada gel elektroforesis (Anonim, 2011).  Ethidium bromide disiapkan dalam larutan stok 10 mg/ml dalam botol gelap.
5.3.1 Pembuatan Gel Agarose
Agarose adalah polimer linier yang tersusun dari residu D-galaktose dan L-galaktose. Agarose yang dibuat sebesar 1,5-2% dalam larutan 1 x TAE atau 1 x TBE dalam botol gelas kemudian panaskan pada suhu 100-1500C selama 10 menit dalam microwave hingga bening. Setelah dipanaskan kemudian didinginkan hingga suhunya mencapai 600C. Agarose yang cukup dingin dituangkan ke dalam cetakan agarose yang telah dipasangi sisir dan yang perlu diperhatikan saat penuangan yakni menghindari terjadinya gelembung udara namun jika ada gelembung udaranya dapat dibuang dengan menggunakan mikrotip.


5.3.2 Running DNA
Setelah gel agarose terbentuk dan siap digunakan maka berlanjut pada proses elektroforesis. Kegiatan ini diawali dengan memasukkan gel agarose ke dalam alat eletroforesis (Gambar 7) kemudian ditambahkan larutan buffer TAE 1x hingga gel agarose terendam. Selanjutnya loading dye sebanyak 2 µl disiapkan di atas kertas parafin menggunakan pipet mikro sesuai dengan jumlah sampel yang akan dielektroforesis. Kemudian larutan DNA marker sebanyak 4 µl disiapkan dan dimasukkan ke dalam sumur gel agarose menggunakan pipet mikro pada sumur yang telah ditentukan. Amplicon hasil PCR diambil sebanyak 10 µl  dan dicampurkan dengan 2 µl  loading dye yang telah disiapkan di atas kertas parafin. Kedua larutan dicampur hingga homogen menggunakan pipet mikro sebelum dimasukkan ke dalam sumur berikutnya. Sampel amplicon hasil PCR lainnya diperlakukan dengan cara yang sama. Setelah semua dimasukan dalam gel agarose, alat elektroforesis dihidupkan menggunakan tegangan listrik 100 Volt. Proses elektroforesis berlangsung selama sekitar 1 jam hingga indikator warna bromphenol blue bergerak ¾ bagian dari panjang gel.

                                               






        Gambar 7. Perangkat Elektroforesis        
Running DNA ini dibantu dengan adanya aliran listrik pada alat elektroforesis. Dimana DNA di dalam gel mengikuti arus listrik dari kutub negatif menuju kutub positif. Pergerakan ini terjadi dimana fragmen DNA yang lebih kecil berat molekulnya akan berjalan lebih cepat dari molekul DNA yang lebih besar. Setelah menunggu ± 1 jam baru kemudian gel agarose diangkat dan siap menuju tahap selanjutnya.
5.3.4. Pewarnaan DNA
Pewarnaan DNA dilakukan menggunakan larutan EtBr. Larutan ini akan memudahkan pewarnaan DNA sehingga potongan DNA hasil amplifikasi dapat divisualisasikan setelah proses elektroforesis. Pewarnaan dimulai dengan memasukan larutan 0,05 % EtBr dalam wadah plastik bersamaan dengan gel agarose hingga terendam seluruhnya. Gel agarose yang terendam digoyang-goyangkan selama 10 menit agar larutan EtBr terserap oleh gel agarose. Setelah melakukan perendaman, gel agarose diangkat dan untuk menghilangkan EtBr yang tersisa maka gel agarose direndam kembali dalam aquades selama 10 menit.
5.4. Visualisasi Pita DNA
            Visualisasi DNA dilakukan dengan meletakkan gel agarose pada UV transilluminator (Gambar 8) untuk dibaca hasilnya. Peranan sinar UV yang dipancarkan pada transilluminator akan memendarkan Ethidium bromide (EtBr) yang menempel pada DNA. Radiasi dari sinar UV akan diserap oleh DNA dan energinya akan ditransmisikan ke EtBr yang berikatan dengan DNA sehingga dapat berpendar dan band DNA menjadi dapat terlihat jelas. Visualisasi DNA bisa terlihat lewat pancaran yang berwarna orange keputihan.


            
                                   


Gambar 8. UV Transilluminator
Gambar hasil PCR ditampilkan pada Gambar 9 di bawah ini :                                           
 
                                                                            A        B         C                                                                           






Gambar 9.  Pita DNA pada gel eletroforesis yang dipapar sinar UV pada transiluminator. Keterangan : A = marker; B = sampel 1; C =  sampel 2.

Hasil visualisasi pita DNA pada gel agarose menunjukan tidak adanya pita pada sampel 1 dan 2.  Hal ini berarti sampel tersebut tidak terdeteksi adanya virus VNN atau sampel ikan kakap putih negatif terserang virus VNN.     

5.5. Permasalahan Dalam Metode PCR
Beberapa permasalahan yang sering ditemukan saat pembacaan hasil PCR adalah sering ditemukan adanya usapan tipis (smear) yang dapat mengganggu pembacaan pita DNA. Selain itu tidak terdapat pita DNA hasil pelipatgandaan, dan munculnya pita-pita DNA yang nonspesifik, atau pita DNA yang terlalu tipis. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain : reagen yang digunakan dalam keadaan tidak baik, konsentrasi bahan yang digunakan dalam PCR terlalu rendah, kualitas bahan yang digunakan dalam keadaan tidak baik (kadaluarsa), dan tidak optimalnya suhu annealing dapat menyebabkan pita DNA terlalu tipis atau munculnya pita-pita yang non spesifik.

BAB VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil pelaksanaan PKL ini adalah :
1)      PCR merupakan metode perbanyakan molekul DNA secara enzimatik melalui mekanisme perubahan suhu.
2)      Deteksi virus menggunakan metoda PCR dilakukan melalui tahapan: koleksi sampel, identifikasi sampel, isolasi jaringan, isolasi dan ekstraksi RNA amplifikasi, elektroforesis, pembuatan gel agarose, running DNA, pewarnaan DNA, dan visualisasi pita DNA.
3)      Pada jaringan otak dan retina ikan Kakap Putih tidak terdeteksi adanya virus VNN terlihat dari tidak munculnya pita DNA pada gel agarose hasil elektroforesis.
4)      Permasalahn dalam metode PCR dapat berupa tidak terdapat pita DNA hasil pelipatgandaan, Smear (garis putih terang vertikal), pita-pita DNA yang nonspesifik, dan pita DNA yang terlalu tipis.



           

DAFTAR PUSTAKA

             , 2011. Transfering virus. http:// rizal-bbajujungbatee.blogspot.com/2009/10/transferring-virus.html. Diakses 1 Oktober 2011.
              , 2011. Reaksi PCR. . Blogspot. Com/2007/07/komponen-pcr. Html. Diakses 20 September 2011.

            , 2011. Amplifikasi_Acak_Polimorfisme_DNA. http://id.wikipedia.org/wiki/Amplifikasi_Acak_Polimorfisme_DNA. Diakses 29 November 2011.
 
             , 2011. Betanodavirus. http://viralzone.expasy.org/cgi-bin/viralzone/search?query=betanodavirus&commit=search+virus. Diakses 29 November 2011.

             ,  2011. RT-PCR. http://tophotnews.wordpress.com/?s=RT-PCR. Diakses 29 November 2011.

            , 2011. Nested PCR. http://id.wikipedia.org/wiki/Nested_PCR. Diakses 29 November 2011.

                  , 2011. Ethidium bromide dan asam nuleat. http://kamulagingapain.blogspot.com/2009/10/ethidium-bromide-dan-asam-nuleat.html. Diakses 29 November 2011.

Bell, G. R., 1978. Investigation of Mortalalities in the field, in: Bagenal, T. (editor). Methods for assessement of production in freshwater. IPB Handbook No.3(Blackwell, Oxford), pp.225-273.

Chi, S. C., 2006. Piscine Nodavirus Infection in Asia. Department of Life Science and Institute of Zoology. National Taiwan University.

Muladno, 2003. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. USESE (Unit for Social and Economic Study and Evaluation), KPP IPB Baranangsiang III F6 No. 18. Bogor.

Nguyen, H. D., K. Mushiake, T. Nakai and K. Muraga, 1997. Tissue distribution of striped jack nervous necrosis virus (SJNNV) in adult striped jack, Faculty of Applied Biological Science, Hiroshima University. Higashihiroshima 739. Japan.

Kordi, K., 2007. Budidaya Kerapu Macan. Aneka Ilmu. Semarang.

Prasetyo, A., 2009. Materi Asistensi Biomedik FK UNS. FK UNS. Semarang

Prijanto, Muljati. 1992. Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Diagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV). (http://www.pcr.htm). Diakses 1 Desember 2011.

Sarig, S., 1971. Diseases of Warmwater Fishes. TFH Publ., Neptune City New Jersey.

Sulandari, Sri, M. Syamsul, 2003. Panduan Praktis Laboratorium DNA. Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Jakarta.

Theophilus, B.D.M. 2008. Principles and Medical Applications of the Polymerase Chain Reaction. In: Molecular Biomethods Handbook Second Edition. Ed: Walker, J.M., Rapley, R. Humana Press, NJ, USA

Thie´ry, R., J. Cozien, J. Cabon, F. Lamour, M. Baud, and A. Schneemann, 2006. Induction of a Protective Immune Response against Viral Nervous Necrosis in the European Sea Bass Dicentrarchus labrax by Using Betanodavirus Virus-Like Particles, French Food Safety Agency, BP 70, F-29280 Plouzane´, France,1 and Department of Molecular Biology, The Scripps Research Institute, La Jolla, California 920372
Yukio, M., 2007. Susceptibility of Fish Species Cultured in Mangrove, Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC). Tigbauan 5021, Iloilo, Philippines.
Yuwono, T., 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reactio. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Lampiran 1.
LOG BOOK PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Nama               : Tomy Rosadi
Nim                 : C1K 008 046
Lokasi             : Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Budidaya Laut Lombok Sekotong Lombok Barat
Minggu Ke-
Hari/Tanggal
Waktu
Kegiatan
I
Senin, 17 Oktober 2011
08.00
09.30
11.10
12.30
14.30
Apel pagi
Perkenalan alat-alat PCR
Sterilisasi Alat
Istirahat
Pembuatan media TS (untuk bakteri) dan TCBS (untuk vibrio)
Selasa, 18 Oktober 2011
08.00
08.30
09.00
10.30
10.40
10.55
11.11
01.00
14.30
Apel pagi
Bersih-bersih lab
Pengambilan sampel air
Pemeriksaaan sampel ikan mati (kakap)
Pemeriksaan parasit
Pembuatan ekstraksi RNA dari jaringan ikan
Melakukan metode PCR
Istirahat
Melanjutkan metode PCR

Rabu, 19 Oktober 2011
08.00
09.00
10.00
12.45
14.30
Apel pagi
Membersihkan lab
Pembacaan pita DNA
Istirahat
Sterilisasi Alat
Kamis, 20 Oktober 2011
09.15
10.00
10.30
13.00
14.30
Memkteri bersihkan lab
Membersihkan peralatan lab
Pengambilan sampel air
Istirahat
Mengikuti kegiatan kultur bakteri
Jumat, 21 Oktober 2011
-
Izin Kuliah
II
Senin, 24 Oktober 2011
08.30
09.30
10.00

12.15
12.30
14.30
Membersihkan lab
Pengambilan sampel air
Pembuatan media kultur dan perhitungan ALT (angka lempeng total)
Membersihkan alat-alat
Istirahat
Menguikuti kegiatan menumbuhkan bateri dalam uji biokimia
Selasa, 25 Oktober 2011
08.30
09.15

12.15
14.30
Membersihkan lab
Mengikuti kegiatan uji biokimia dan pembuatan media TSA, TCBS, dan TSIA
Istirahat
Izin

Rabu, 26 Oktober 2011
08.30
09.15
10.30
12.15
14.10
15.10
Membersihkan lab
Mencatat perlengkapan untuk kultur bakteri
Mengikuti seminar dari Norwegia
Istirahat
Mencuci perlengkapan kultur
Belajar mengkultur bakteri
Kamis, 27 Oktober 2011
08.30
09.00
11.10
12.30
14.15
Membersihkan lab
Mengikuti kegiatan perhitungan ALT
Mengukur kualitas air
Istirahat
Mengkultur bakteri
Jumat, 28 Oktober 2011
08.30
09.00
10.00
11.10
14.00
Membersihkan lab
Mengikuti kegiatan perhitungan ALT
Membantu di kolam pendederan kakap
Istirahat
Merapikan peralatan lab
III
Senin, 31 Oktober 2011
08.30
09.00
10.30
11.15
12.30
14.30
Membersihkan lab
Mengambil sampel air
Mencuci cawan petri
Sterilisasi alat
Istirahat
Pengukuran kualitas air
Selasa, 1 November 2011
08.30
09.00
10.00
12.30
14.00
Membersihkan lab
Mengambil sampel air
Vaksinasi ikan kerapu
Istirahat
izin
Rabu, 2 November 2011
-
Izin Ujian
Kamis, 3 November 2011
08.30
09.00
11.30
14.15
Membersihkan lab
Vaksinasi ikan kakap
Istirahat
Mengikuti kegiatan kultur bakteri
Jumat, 4 November 2011
08.30
09.13
11.00
11.45
14.13
Membersihkan lab
Mengambil sampel air
Mengkultur bakteri
Istirahat
Mencuci cawan petri
IV
Senin, 7 November 2011
09.00
10.11
12.00
14.15
Membersihkan lab
Mengikuti kegiatan kultur bakteri
Istirahat
Sterilisasi alat
Selasa, 8 November 2011
08.30
09.00
10.00
11.10
12.00
14.10
Membersihkan lab
Mengambil sampel air
Sterilisasi alat
Kultur bakteri
Istirahat
Kultur bakteri
Rabu, 9 November 2011
08.30
09.00
12.00
14.06
14.30
16.00
Membersihkan lab
Mengambil sampel air di KJA
Istirahat
Mencuci cawan petri
Mengikuti kegiatan kultur bakteri
Membantu pengepakan bawal

Kamis, 10 November 2011
08.30
09.30
11.15
12.00
14.30
Membersihkan lab
Mengukur kualitas air
Sterilisasi alat
Istirahat
Mencuci cawan petri
Jumat, 11 November 2011
-
Izin Kuliah
V
Senin, 15 November 2011
08.30
09.00
11.13
12.00
14.13
Membersihkan lab
Mengambil sampel air
Mencuci cawan petri
Istirahat
Mengkultur bakteri
Selasa, 15 November 2011
08.30
09.00
10.00
11.00

12.00
14.30
Membersihkan lab
Mengambil sampel air
Membantu pengepakan kerapu
Memberi makan dan menyipon di kolam ikan hias
Istirahat
Pergi ke KJA
Rabu, 16 November 2011
08.30
09.00
10.00
11.00
12.00
14.30
Membersihkan lab
Mengambil sampel air
Sterilisasi alat
Mengkultur bakteri
Istirahat
Mengikuti kegiatan identifikasi bakteri
Kamis, 17 November 2011
08.30
09.00
10.10

12.00
14.30
membersihkan lab
mengambil sampel air
identifikasi kematian abalone beserta identifikasi penyakitnya
istirahat
membantu penelitian pak Joko

Jumat, 18 November 2011
08.30
11.30
14.30
16.00
Gotong royong di lingkungan lab
Istirahat
Mencuci cawan petri
Perpisahan (acara makan bersama)


Mengetahui,



Lampiran 2. Data Tenaga Kerja Tetap di BBL Lombok

No
Nama
Gol/Ruang
Jabatan
1
Ir. H. Sarifin, MS.
IV/a
Kepala Balai
2
Ir. Sunarty
III/d
Pengawas Benih Ikan Muda
3
Rusman H. S.Pi, M.Si
III/c
Ca.Pengawas Pembudidaya Ikan
4
Bagja Irwansyah, S.Pi
III/d
Kasubag Tata Usaha
5
Bayu Priyambodo, S.Pi, M.Si.
III/c
Kasi Standarisasi dan Informasi
6
M. Tahang, S.St.Pi
III/b
Perekayasa Muda
7
Mustapa, S.Pi
III/a
Bendahara
8
Hery Setyabudi, S.Pi
III/b
Perekayasa Pertama
9
Arsyad Sajangka, S.Pi
III/b
Perekayasa Pertama
10
Sarwono, S.St.Pi
III/b
Perekayasa Muda
11
Woro K.P, S.Pi
III/b
Calon Perekayasa
12
Zainuddin, S.Pi, MP
III/c
Pengawas Benih Ikan Muda
13
Mochamad Amiri, S.Pi
III/a
Perekayasa Pertama
14
Bq. Shafiah, S.St.Pi
III/a
Calon Pengawas Budidaya
15
Aang Guntur J.A, SH
III/a
Pranata Hukum
16
Joko Santosa, S.K.H
III/a
Calon PHPI
17
Pramularsih Ari W., S.Si
III/a
Calon PHPI
18
Afni Isriani, A.Md
II/c
Calon Pengawas Benih
19
Ekky Nidyananda, A.Md
II/c
Calon PHPI
20
Taufan Haryono
II/a
Teknisi Litkayasa Pelaksana Muda
21
Ni Luh Anggra L., S.St.Pi
III/a
Perekayasa Pertama
22
Nurhasanah S.
II/d
Pengawas Benih Ikan Pelaksana
23
Titik Hartani
II/d
Pengawas Benih Ikan Pelaksana
24
Wildan
II/d
Pengawas Benih Ikan Pelaksana
25
Bangun
II/d
Pelaksana Pembesaran Ikan Kerapu
26
Aprisanto D. L., A.Md
II/d
Teknisi Litkayasa Pelaksana
27
Imron Nurkolis, A.Md
II/d
Teknisi Litkayasa Pelaksana
28
Renni K. Bakti, A.Md
III/d
Tenaga Fungsional Tertentu
29
Mohammad Imanuddin
III/d
Teknisi Litkayasa Pelaksana Pemula
30
Arif Supriyanto
II/d
Pelaksana Pakan Alami
31
Muhammad Rizal
II/b
Teknisi Litkayasa Pelaksana
32
Andry Arfiyanto
II/b
Teknisi Litkayasa Pelaksana
33
Suherlan Ahmad S.
II/b
Calon Pengawas Benih Ikan
34
Reman
II/a
Calon Pengawas Benih Ikan
35
Ni Made Widya I.
II/a
Calon Pengawas Benih Ikan
36
Abu Abas
II/a
Calon Pengawas Benih Ikan
37
Libuh
II/a
Calon Pengawas Benih Ikan
38
Ngurah Sedana Y., S.Pi, M.si
III/d
Perekayasa Muda
39
Luluk Widiyanti, S.Pi, MP
III/c
PHPI Muda
40
Supriadi, S.Pi
III/a
Pengawas Perikanan
41
Zaenah
III/a
Petugas SAKPA
42
I Komang Widiana, S.Si
III/a
Tenaga Teknisi
43
Dony Prastowo, S.Pi
III/a
Calon Perekayasa
44
M. Hidayat, S.St.Pi
III/a
Calon Pengawas Budidaya
45
Rusmini
III/a
Pengelola Persuratan dan Pengagendaan
46
Setiasari Palupi, A.Md
II/d
Calon Pengawas Benih Ikan
47
Sukriadi
II/d
Pelaksana Pembenihan
48
Minde
II/c
Pengelola Perpustakaan
49
Ade Yana
II/b
Pelaksana Pembenihan Abalon
50
Landra Wijaya
II/b
Calon Teknisi Litkayasa
51
Ahing
II/a
Calon Pengawas Benih Ikan
52
Desy S. Lestari, S.AP
III/a
Penyiap Bahan Rumusan
53
Moh. Budianto, A.Md
II/c
Calon PHPI
54
Gagan Garnawansah, S.Pi
III/a
Calon Perekayasa
55
M. Nurul Huda, A.Md
II/c
Calon Litkayasa Bidang Bud. Ikan


Lampiran 3.  Foto Alat-alat Pengujian untuk Metode PCR

            
                 Mikrowave                                                            Centrifuge
         
       Thermal Cycler (mesin PCR)                                          Vortex
        
              Mikropipet beserta tips                                          Inkubator                           
Lampiran 3. Foto Alat-alat Pengujian untuk Metode PCR

     
                         Vortex                                         Biosafety Cabinet                               
  
               

Lampiran 4. Skema Struktur Organisasi BBL Lombok